Tugasku Selama Au-Pair di Jerman

Dulu waktu zamannya kuliah, salah satu dosen sering bilang “Ngapain kalian ke Jerman cuma buat jadi pembantu orang bule? Tiap hari ngejar-ngejar anak, emang keren? Enggak! Kalian sama aja kayak pembantu di Indonesia yang suka dikasih seragam itu tuh!”. Hampir di setiap mata kuliah beliau, beliau selalu bilang hal yang sama dan aku saat itu belum tahu kalau yang dimaksud itu adalah Au-Pair. Pertama kali tahu Au-Pair awalnya dari teman sekelas yang dikenal rajin banget kuliah, eh tiba-tiba menghilang gak pernah dateng lagi ke perkuliahan. Sampai akhirnya aku punya Facebook dan liat fotonya lagi nyengir lebar bareng anak kecil sambil pegang salju. Karena aku orangnya to the point, aku langsung nanya kalau dia dimana dan lagi apa, kenapa gak datang kuliah. Ternyata saat itu dia udah ada di Munich, Germany jadi Au-Pair di keluarga Jerman selama 1 tahun dan aku diminta untuk ngerahasiain ini dari teman-teman lainnya supaya dosen yang suka ngomong kalimat di atas gak tahu kalau temenku ini Au-Pair.

Baca Juga: Know-How Menjadi Au-Pair di Jerman

Aku yang emang seneng tantangan justru malah mikir kalau yang dilakuin salah satu temenku ini keren, kita sebut dia Jeko. Jeko berani ngambil keputusan untuk pergi jauh sendirian ke Jerman dan tinggal dengan orang asing. Aku yang saat itu udah mulai ngerasa panas, mulai cari-cari info tentang Au-Pair, sistemnya gimana, dapet keluarganya dimana, apa aja yang harus dilakuin selama jadi Au-Pair dan apa aja yang kita dapetin dari Gastfamilie kita. Sampai akhirnya aku jadi Au-Pair nya Marlene dan semua yang dibilang di website maupun blog tentang Au-Pair itu gak semuanya harus berjalan seperti itu, karena semua kerjaan Au-Pair dilakukan sesuai kesepakatan antara Gastfamilie dan Au-Pairnya! Jadi tugasnya bisa banyak dan bisa juga sedikit.


2013-09-07 12.53.46
Julian

Di website tentang Au-Pair disebutin kalau kerja Au-Pair seminggu gak lebih dari 30 jam dan weekend libur, tapi di keluarga babeh (aku selalu sebut Gastvater aku babeh) hal ini gak pernah bener-bener terjadi karena dalam seminggu aku bisa kerja lebih dari 30 jam atau bahkan kurang dari 30 jam, tergantung situasi dan kondisi. Jadi Au-Pair di keluarga babeh relativ santai kerjanya tapi harus sabar dan kuat hatinya 🙂

Baca Juga: Kebetulan yang Membawaku Sampai ke Jerman

Babeh bilang tugas aku sebagai Au-Pair itu adalah:

  • Siapkan bekal makan Marlene yang isinya roti oles Butter plus ham ditambah sayuran atau buah yang dipotong dan dibungkus pake alufolie.
  • Aku harus bantu Marlene dan babeh untuk nyortir baju-baju Marlene yang udah kekecilan. Disini aku belajar kalau penomoran baju anak di Jerman gak sama dengan di Indonesia.
  • Aku harus nyetrika baju Marlene dan babeh setiap seminggu sekali, jadwalnya bebas terserah aku.
  • Aku gak usah anterin Marlene ke sekolah karena Marlene pergi dianterin babeh, tapi aku harus jemput Marlene jam 4 sore dari sekolah yang jaraknya cuma 5 menit jalan kaki.
  • Aku harus main dengan Marlene sampai babeh pulang.
  • Aku harus makan di meja makan sama-sama dengan mereka dan makan yang sama dengan apa yang mereka makan.
  • Aku gak harus masak karena itu tugasnya babeh. Tapi karena babeh kerjanya masak pasta melulu, akhirnya aku mulai beranikan diri untuk belajar masak dan mulai dari sini aku yang selalu masak untuk makan malam.
  • Marlene harus tidur jam 9 dan kalau weekend dia boleh tidur lebih malam. Kalau aku mau, aku boleh nemenin sampai dia tidur tapi kalau aku udah ngantuk, aku boleh istirahat dan tidur duluan.
  • Aku harus nemenin babeh belanja kebutuhan rumah seminggu sekali. Biasanya setiap jam 10 pagi hari Sabtu kita semua belanja ke Aldi sampai dengan waktu makan siang. Setelah belanja aku boleh diam di kamar dan cuma ke atas kalau waktu makan malam atau kalau dibutuhkan.
  • Setiap dua minggu sekali, datang anak laki-laki nya (Julian) dan saat itu Marlene nginep di rumah mamanya. Kalau sama Julian, aku harus ekstra sabar karena dia berkebutuhan khusus, tapi anaknya baik dan pintar. Biasanya aku, Julian dan babeh maen game bareng-bareng dan sepedaan.
  • Aku gak harus bersihin rumah karena datang Putzfrau seminggu sekali.
  • Aku free dari pagi sampai jam 4 sore, itu juga kalau Marlene gak main ke rumah temannya sampai jam makan malam. Kalau Marlene main sampai jam 7, berarti tugas aku cuma dari jam 7 malem sampai saat dia tidur.
Marlene und Teddy
Marlene dan Tedi

Mungkin kalau diliat dari kerjaannya, tugas aku sebagai Au-Pair enteng banget. Tapi dari mental, jadi Au-Pair di keluarga ini berat banget karena aku gak hanya harus jagain anak-anak, tapi aku juga harus memanusiakan anak-anak. Aku gak biasa liat anak-anak bertengkar saling jambak dan tendang dan di keluarga ini anak-anak bertengkar seperti itu, aku sedikit-sedikit harus belajar untuk memperbaiki itu. Mungkin karena sistem didikan di setiap keluarga berbeda, konflik setiap keluarga juga berbeda. Tapi aku bersyukur banget bisa jadi Au-Pair di keluarga ini, karena mereka bener-bener menganggap aku sebagai bagian dari keluarga. Aku selalu dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan, selalu ditanyai pendapat dan kalau pendapat aku bagus, mereka gak segan-segan untuk menyetujui pendapat aku.

Dari keluarga ini aku belajar, kalau orang asing bisa menjadi bagian dari keluarga asalkan komunikasi terjalin dengan baik. Buat yang mau Au-Pair, jangan segan-segan untuk bertanya segala hal kepada calon Gastfamilie sebelum kalian membuat kontrak, karena banyak Au-Pair yang terlalu antusias datang ke Jerman karena diiming-imingi bisa jalan-jalan tapi ternyata di rumah Gastfamilienya harus kerja keras. Kalau kamu gak keberatan dengan tugas itu gak masalah, tapi jangan sampai kamu gigit jari sesampainya disini. Hidup di negara orang itu gak gampang, apalagi tinggal dengan keluarga orang lain. Tinggal dengan keluarga sendiri aja pasti ada konflik, apalagi dengan keluarga yang berbeda kultur dan adatnya, nobody is perfect...

Baca juga: Nabung untuk Kuliah selama Au-Pair

Yuk bagikan informasi ini!

Leave a Reply

Instagram
YouTube
YouTube
LinkedIn
LinkedIn
Share
Ikuti Lewat Email
RSS